Di negeri yang Bupatinya bisa memiliki rekening gendut hingga di atas satu triliun, Ahok hanya memiliki kekayaan Rp.
21
miliar. Jadi Gubernur pun hanya karena faktor keberuntungan,
menggantikan Jokowi yang naik jadi Presiden. Dan setelah jadi Gubernur,
belio lebih banyak mendatangkan keributan ketimbang kedamaian.
Sifat Ahok yang kerap berbenturan dengan lingkungan di sekitarnya ini
sebetulnya sudah terlihat jauh hari sebelum dia diangkat sebagai
Gubernur DKI. Ketika masih menjadi anggota komisi II DPR RI, Basuki
Tjahaja Purnama sudah memperlihatkan kecenderungan untuk lain sendiri.
Ini tentu membuat jengah rekan-rekan satu komisi, dan juga pihak
sekretariat. Dia sering berseberangan pendapat dengan anggota komisi
lainnya.
Misalnya dalam soal e-KTP. Dia tidak setuju pemborosan
uang negara Rp.6.5 triliun untuk proyek yang seharusnya bisa dibuat dan
dikelola oleh BRI. Selain lebih murah e-KTP bisa merangkap ATM.
Bayangkan jika usul Ahok ini dilaksakan, BRI sebagai aset negara pasti
akan menjadi bank terbesar di Asia karena memiliki nasabah sejumlah
penduduk pemegang KTP di Indonesia.
Ketidak kompakan yang
diperlihatkan Ahok, konon sampai ke hal yang remeh-temeh seperti
mengembalikan sisa uang perjalanan dinas yang tidak terpakai. Misal
kalau perjalanan dinas yang direncanakan lima hari tapi kenyataanya
hanya tiga hari, Ahok selalu mengembalikan kelebihannya.
Jika dari
puluhan anggota komisi yang mengembalikan hanya satu orang sementara
yang lain pura-pura begok, ini tentu ngerepotin bagian sekretariat dalam
membuat laporan keuangan.
Hobi nyusahin orang dan cari perkara
dengan siapa saja ini tidak berkurang setelah Ahok jadi Gubernur. Dia
pernah ribut dengan lapak kakilima yang bikin macet lalu lintas di
jalanan sekitar pasar Tanah Abang. Dia juga bikin gara-gara dengan
supir-supir angkot dan Metromini. Dia menggusur penghuni liar yang sudah
beranak-pinak dan hidup nyaman di bantaran kali dan kanal-kanal banjir,
dan memaksa mereka pindah ke rusun yang sudah disediakan.
Yang
lebih gelo, kalo di berbagai daerah, yang namanya kepala daerah selalu
cari aman dan berusaha hidup rukun dan saling memberi dan menerima
dengan para legislator, Ahok malah mengajak perang semua anggota DPRD.
Satu demi satu anggota DPRD yang korup dia kirim sebagai pesakitan ke
gedung KPK. Kadung saja, ketika ingin maju sebagai calon Gubernur untuk
yang kedua kalinya, banyak musuh yang menentang dan berusaha
menjegalnya.
Puncak dari kesintingan Ahok adalah ketika dia
memilih jalur independen untuk maju sebagai cagub, dan bersama Teman
Ahok dia sukses mengumpulkan lebih dari satu juta KTP. Menurut saya ini
langkah paling spektakuler yang pernah dilakukan Ahok. Meski pada
akhirnya Ahok berbelok dan ikut sebagai calon yang diusung PDI-P,
kenekatan Ahok itu sempat membuat berang semua partai politik.
Kini Ahok tengah menuai semua yang pernah dia semai. Kasus penistaan
agama yang dituduhkan kepadanya telah masuk ranah pengadilan. Para
pendemo tidak akan berhenti sebelum Ahok dinyatakan bersalah. Mereka
akan terus mengawal persidangan sampai Ahok sampai gagal ikut pilkada.
Ini bonus yang mereka inginkan agar salah satu calon yang mereka dukung
dapat melenggang mulus ke kursi Gubernur.
Andai Ahok mundur
sekarang, semua kehebohan ini mungkin akan padam dengan sendirinya.
Entah apa yang membuat dia tetap gotot, padahal nggak ikut nyagub juga
dia tak akan rugi apa-apa. Orang dengan kapasitas seperti Ahok pasti
akan terpakai di manapun. Jadi dirut BUMN, jadi Menteri, atau
setidak-tidaknya jadi staf khusus Presiden, sebelum akhirnya jadi
Presiden.
Tapi itulah Ahok, figur yang penuh kontroversi dan cenderung tragis.